SURABAYA - Penggunaan jasa financial technology (fintech) kini tak terlepas dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Mulai 1 Mei 2022 Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pengenaan pajak 11% atas penyelenggaraan transaksi keuangan digital atau fintech. Hal ini tertuang dalam PMK No 69/PMK.03/2022. Salah satu contoh fintech seperti pengisian ulang (top up) dompet elektronik (OVO, DANA, GoPay, Paylater, dl. Pengenaan PPN atas fintech bukan atas jumlah transaksi yang terjadi, melainkan atas imbal jasa penyelenggara fintech. Dilansir dari wartabanjar.com Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa dan PTLL Direktorat Jenderal Pajak, Bonarsius Sipayung, mengatakan bahwa yang dikenakan PPN 11 persen adalah jasa atau biaya administrasi kepada para pihak yang melakukan transaksi di pasar fintech. Bonarsius mencontohkan, misalnya saat anda mengisi e-wallet sebesar 1 juta rupiah, kemudian terdapat biaya administrasi sebesar 1.500 rupiah, maka PPN yang dikenakan adalah 11 persen dari biaya administrasi tersebut. Dengan demikian, PPN atas fintech yang ditanggung konsumen sebesar 165 rupiah sehingga total jasa layanan top up 1.665 rupiah. "Atau jadi misalnya saya transfer uang sejumlah sekian, dengan biaya 6.500 rupiah. Maka yang kena PPN dari 6.500 rupiah dikali 11 persen maka PPN-nya kena 715 rupiah bukan jumlah uang yang saya kirim. Jadi itu imbalan jasa," ujarnya lagi.Ada 2 pokok pengaturan dalam PMK No 69/PMK.03/2022. Pertama, prinsip equal treatment PPN antara transaksi digital dan konvensional, tidak ada objek pajak baru dalam digital economy, yang berbeda hanya cara bertransaksi. Kedua, uang elektronik di dalam suatu media merupakan non Barang Kena Pajak (BKP). Jasa meminjamkan/menempatkan dana oleh kreditur kepada debitur melalui platform Peer To Peer Lending (P2P) merupakan Jasa Kena Paja (JKP) yang dibebaskan PPN.
simak juga berita: Layanan Pinjaman Online Hingga Fintech Kini AdaPajaknya
ewallet , paylater , gopay , ovo , pmk-nomor-69-tahun-2022 , fasilitas-ppn , objek-ppn , tarif-ppn , jasa-kena-pajak