Artikel / 07 Jul 2025 /Hilmi Khuluqy

Pengkreditan Pajak Masukan: Telaah atas Syarat Formal dan Material

Pengkreditan Pajak Masukan: Telaah atas Syarat Formal dan Material
Pengkreditan Pajak Masukan merupakan hak Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Namun, hak tersebut hanya dapat dimanfaatkan apabila Pajak Masukan telah memenuhi ketentuan tertentu, yaitu syarat formal dan material. Pemenuhan kedua syarat tersebut menjadi prasyarat utama untuk menjamin keabsahan pengkreditan serta mencegah rekayasa pengkreditan yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya.


1. Syarat Formal Pengkreditan Pajak Masukan
Syarat formal menekankan pada aspek administratif dan kelengkapan dokumen perpajakan, khususnya Faktur Pajak. Suatu Pajak Masukan hanya dapat dikreditkan apabila berasal dari Faktur Pajak yang sah dan lengkap secara formal sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN, Peraturan Menteri Keuangan, dan peraturan teknis pelaksanaannya.

A. Ketentuan Faktur Pajak yang Memenuhi Syarat Formal

Menurut PER-11/PJ/2025, suatu faktur pajak memenuhi syarat formal apabila memuat informasi sebagai berikut:

  • Identitas penjual (nama, alamat, dan NPWP);
  • Identitas pembeli atau penerima jasa;
  • Jenis, jumlah, harga jual atau penggantian, serta potongan harga atas barang atau jasa;
  • Besaran PPN dan PPnBM yang dipungut;
  • Kode dan nomor seri serta tanggal pembuatan faktur;
  • Nama dan tanda tangan pihak yang berwenang menandatangani.
Ketidaksesuaian dalam pengisian informasi di atas, atau tidak diterbitkannya faktur pajak oleh PKP penjual, akan menyebabkan faktur tersebut tidak memenuhi syarat formal, sehingga Pajak Masukan di dalamnya tidak dapat dikreditkan.

B. Keterlambatan Pengkreditan dan Batas Waktu

Faktur pajak yang telah memenuhi syarat formal harus dikreditkan dalam waktu paling lama tiga masa pajak setelah masa terbitnya faktur, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (9) UU PPN dan PMK 18/PMK.03/2021. Jika melebihi jangka waktu ini, pengkreditan masih dimungkinkan melalui pembetulan SPT Masa PPN sepanjang belum dilakukan pemeriksaan dan belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi dalam aset.

Contoh Kasus:

PT Jawa Hati menerima faktur pajak bertanggal 8 Januari 2024 pada 14 Mei 2024, sementara SPT Masa PPN Januari–Maret telah disampaikan. Karena masih dalam rentang 3 masa pajak, PT Jawa Hati dapat mengkreditkan pajak masukan tersebut melalui:

  • Pembetulan SPT Masa PPN Januari–Maret 2024; atau
  • Penyampaian SPT Masa PPN April 2024 (jika belum dilaporkan).
2. Syarat Material Pengkreditan Pajak Masukan
Syarat material berkaitan dengan substansi dan relevansi dari transaksi yang mendasari Pajak Masukan. Dua prinsip utama yang menjadi dasar pemenuhan syarat material adalah hubungan dengan kegiatan usaha dan keterkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN.

A. Pengeluaran yang Berhubungan dengan Kegiatan Usaha

Pajak Masukan hanya dapat dikreditkan apabila pengeluaran atas BKP atau JKP tersebut memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Maksudnya adalah pengeluaran terkait aktivitas:

  • Produksi,
  • Distribusi,
  • Pemasaran, atau
  • Manajemen.
Contohnya, pembelian bahan baku oleh produsen, jasa pengangkutan produk ke distributor, atau biaya layanan cloud untuk aktivitas bisnis.

B. Keterkaitan dengan Penyerahan yang Terutang PPN

Walaupun suatu pengeluaran berhubungan dengan usaha, pengkreditan tidak dapat dilakukan apabila pengeluaran tersebut tidak berkaitan dengan penyerahan yang terutang PPN. Artinya, hanya pengeluaran yang mendukung penyerahan BKP/JKP yang dikenakan PPN yang dapat mendasari pengkreditan Pajak Masukan.

Sebaliknya, pengeluaran yang terkait dengan penyerahan yang dibebaskan atau tidak terutang PPN, tidak memenuhi syarat material untuk dikreditkan.


3. Pengaturan Tambahan: Pengkreditan Tidak Diperbolehkan
Walaupun memenuhi syarat formal dan material, terdapat beberapa kondisi di mana Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, yaitu:

A. Penyerahan yang Dibebaskan dari PPN

PPN atas penyerahan BKP/JKP tertentu yang dibebaskan sebagaimana diatur dalam PP 49/2022 tidak dapat dikreditkan karena tidak mendasari penyerahan terutang.

B. Mekanisme PPN Besaran Tertentu

Berdasarkan Pasal 9A ayat (2) UU PPN dan PP 44/2022, pajak masukan dari transaksi dengan mekanisme PPN besaran tertentu tidak dapat dikreditkan oleh penjual. Namun, pihak pembeli masih dapat mengkreditkan sepanjang memenuhi syarat umum pengkreditan.

C. Faktur Pajak Pedagang Eceran

Faktur ini umumnya diterbitkan untuk konsumen akhir dan tidak mencantumkan identitas pembeli. Oleh karena itu, Pajak Masukan dalam faktur ini tidak dapat dikreditkan oleh PKP.


Kesimpulan
Pemenuhan syarat formal dan material dalam pengkreditan Pajak Masukan merupakan hal yang mutlak dan bersifat komplementer. Meskipun faktur pajak telah sah secara formal, tanpa substansi transaksi yang mendukung kegiatan usaha dan penyerahan terutang, hak pengkreditan tetap tidak dapat diberikan. Demikian pula sebaliknya, substansi yang relevan namun tidak didukung dokumen formal yang sah juga menggugurkan hak pengkreditan.

Oleh karena itu, dalam praktik, PKP harus senantiasa memastikan bahwa:

  • Faktur pajak diterima tepat waktu dan lengkap secara administratif;
  • Pengeluaran yang dikenai Pajak Masukan benar-benar berkaitan dengan kegiatan usaha dan penyerahan yang terutang PPN;
  • Pengkreditan dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dan tidak bertentangan dengan ketentuan pembatasan dalam UU PPN.
Dengan memahami dan mematuhi ketentuan ini, PKP dapat mengoptimalkan hak pengkreditan secara legal dan menghindari potensi koreksi atau sanksi dalam pemeriksaan pajak.


pengkreditan-pajak-masukan , per-11-2025 , ppn

Tulis Komentar



Whatsapp