I. Dua Jenis Dokumen yang Dikenakan Bea Meterai
Pasal 3 ayat (1) UU 10/2020 menyebutkan bahwa:“Bea Meterai dikenakan atas:
a. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
b. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.”
1. Dokumen yang Bersifat Perdata
Menurut Pasal 3 ayat (2) UU 10/2020 dan Pasal 3 ayat (2) PMK 78/2024, dokumen yang bersifat perdata meliputi:- Surat Perjanjian, Keterangan, Pernyataan, dan Sejenisnya
Termasuk di dalamnya adalah surat kuasa, surat hibah, surat wasiat, dan surat-surat lainnya yang sejenis. Yang menarik adalah bahwa rangkap dari surat tersebut juga dikenai Bea Meterai masing-masing. - Akta Notaris dan Akta PPAT
Termasuk salinan, kutipan, dan grosse-nya. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 3 ayat (2) huruf b dan c UU 10/2020. - Surat Berharga dan Transaksi Surat Berharga
Bea Meterai dikenakan atas surat berharga seperti saham, obligasi, cek, wesel, sukuk, hingga option. Tak hanya itu, dokumen yang berkaitan dengan transaksi surat berharga (termasuk trade confirmation) dan kontrak berjangka juga termasuk objek Bea Meterai. - Dokumen Lelang
Semua bentuk risalah lelang seperti kutipan, minuta, dan grosse dikenai Bea Meterai. - Dokumen yang Menyatakan Penerimaan atau Pelunasan Uang di Atas Rp5 Juta
Ini termasuk kuitansi penerimaan uang atau dokumen yang menyatakan pelunasan utang sebagian/seluruhnya.
Contoh: kwitansi pembayaran sebesar Rp6.000.000 untuk pelunasan pinjaman, terutang Bea Meterai. - Dokumen Lain yang Ditentukan dalam Peraturan Pemerintah
Kategori ini bersifat terbuka mengikuti perkembangan regulasi.
Dari segi substansi, dokumen ini dikenakan Bea Meterai karena dianggap memiliki konsekuensi hukum atau bisa digunakan untuk membuktikan suatu hak atau kewajiban dalam hubungan perdata.
2. Dokumen Sebagai Alat Bukti di Pengadilan
Pasal 3 ayat (1) huruf b UU 10/2020 mengatur pula pengenaan Bea Meterai atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, meskipun pada saat awal dibuat dokumen tersebut bukan objek Bea Meterai.Penjelasan Pasal menyebutkan bahwa:“Dokumen tersebut terlebih dahulu harus dilakukan Pemeteraian Kemudian pada saat akan dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan.”Dengan kata lain, fungsi dokumen dapat berubah dan memicu kewajiban Bea Meterai karena pergeseran tujuannya—dari non-hukum menjadi alat pembuktian formil di ranah peradilan.II. Pengecualian: Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Meterai
Meskipun berbagai dokumen masuk dalam cakupan objek Bea Meterai, PMK 78/2024 di Pasal 3 ayat (3) memberikan daftar pengecualian, yaitu dokumen yang secara eksplisit tidak dikenakan Bea Meterai meskipun tampaknya serupa dengan dokumen perdata.Berikut beberapa dokumen yang dikecualikan:- Dokumen Terkait Lalu Lintas Orang dan Barang
Termasuk surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang, bukti pengiriman, dan sejenisnya. - Ijazah
Semua bentuk ijazah bebas dari Bea Meterai sebagai bentuk penghormatan terhadap hak pendidikan. - Tanda Terima Pembayaran Gaji, Pensiun, Tunjangan, dan Pembayaran Lain Terkait Hubungan Kerja
- Tanda Terima Penerimaan Uang Negara
Seperti setoran ke kas negara, pemerintah daerah, bank, atau lembaga resmi lainnya. - Kuitansi Pajak dan Penerimaan Negara Lainnya
- Tanda Terima Internal Organisasi
Misalnya kuitansi antar departemen dalam satu perusahaan. - Dokumen Simpanan atau Pengeluaran Surat Berharga oleh Lembaga Penyimpan
Termasuk bank, koperasi, dan kustodian. - Surat Gadai
- Tanda Pembagian Keuntungan dari Surat Berharga
Termasuk dividen dan kupon obligasi. - Dokumen Bank Indonesia Terkait Kebijakan Moneter
Sebagai bentuk dukungan terhadap fungsi makroekonomi BI.
Kesimpulan
Ketentuan Bea Meterai dalam UU No. 10 Tahun 2020 dan PMK No. 78 Tahun 2024 mencerminkan peran strategis Bea Meterai sebagai instrumen fiskal sekaligus sarana penertiban administrasi hukum. Bea Meterai dikenakan tidak hanya atas dokumen yang memuat perikatan perdata, tetapi juga atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.Secara praktis, para pelaku usaha, pejabat publik, maupun masyarakat umum perlu mencermati beberapa aspek krusial, yaitu:- Identifikasi Jenis dan Fungsi Dokumen Sejak Awal
Penting untuk memastikan apakah suatu dokumen termasuk kategori dokumen perdata (misalnya perjanjian, pernyataan, akta, kuitansi, atau dokumen transaksi) atau akan berpotensi digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
→ Dokumen yang awalnya bersifat administratif bisa berubah fungsinya saat diajukan sebagai bukti hukum, sehingga wajib dikenai Bea Meterai melalui mekanisme Pemeteraian Kemudian. - Perhatikan Nilai Nominal dalam Dokumen
Dokumen yang menyatakan nilai uang lebih dari Rp5.000.000 terkait penerimaan uang atau pelunasan utang, merupakan objek wajib Bea Meterai, tanpa memandang bentuk atau nama dokumen tersebut. - Cek Apakah Dokumen Termasuk dalam Daftar Pengecualian
Tidak semua dokumen perlu ditempeli Bea Meterai. Misalnya, ijazah, tanda terima gaji/pensiun, dokumen internal organisasi, serta kuitansi pajak dan dokumen kas negara termasuk dalam pengecualian yang harus diperhatikan secara hati-hati.
bea-meterai , e-meterai , meterai-elektronik , meterai-tempel , pemeteraian-kemudian