SURABAYA - Dalam melakukan tugas dan fungsi pengawasan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggunakan sebuah instrumen berupa Compliance Risk Management (CRM), yang dapat memetakan risiko kepatuhan Wajib Pajak (WP). Risiko dipetakan melalui penyandingan antara data Surat Pemberitahuan (SPT), yang secara self-assessment dilaporkan oleh Wajib Pajak, dan data yang diterima oleh DJP dari pihak ketiga. CRM menilai tingkat risiko kepatuhan WP melalui sesuai atau tidaknya data dan informasi yang diperoleh DJP dengan data yang disampaikan oleh WP dalam SPT. Apabila data dan informasi tidak sesuai, DJP dapat menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) kepada WP untuk memperoleh penjelasan atas perbedaan yang terjadi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan WP mendapatkan SP2DK diantaranya adalah terdapat kewajiban perpajakan yang belum dilaksanakan; pemenuhan kewajiban perpajakan belum sesuai ketentuan; gagal ekualisasi antara data pendapatan, biaya, dan pajak yang dipotong atau dipungut; tidak wajarnya nilai penghasilan dan pertumbuhan aset yang disajikan; serta ada tambahan informasi (data lain) yang belum sesuai dengan SPT yang terlapor.
Baca juga: Dapat SP2DK? Tenang Aja, Jangan Panik Dulu!
Secara umum, peluang penerbitan SP2DK kepada Wajib Pajak bergantung pada risiko pajak yang ada pada masing-masing WP. Berikut adalah contoh masing-masing tingkat peluang penerbitan SP2DK:Pertama, peluang penerbitan SP2DK akan rendah jika laporan keuangan dan keseluruhan SPT yang dilaporkan WP sudah equal. Sehubungan dengan hal tersebut, data dan informasi yang equal tercapai jika angka dalam laporan keuangan dan jumlah pajak dalam satu jenis pajak dan jenis pajak lainnya yang berhubungan telah sesuai. Hal ini memberikan bukti bahwa Wajib Pajak telah patuh pada ketentuan perpajakan.Kedua, jika terdapat kredit pajak yang tidak diakui, maka peluang penerbitan SP2DK dapat berubah menjadi sedang. Kredit pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang PPh adalah pengurang pajak terutang bagi Wajib Pajak untuk suatu Tahun Pajak. Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
Baca juga: DJP Gali Potensi Pajak, Peluang Penerbitan SP2DK Semakin Banyak?
Ketiga, jika ditemukan adanya data konkrit terkait transaksi yang tidak dilaporkan dalam Laporan Keuangan maupun SPT, maka peluang penerbitan SP2DK menjadi tinggi. SP2DK digunakan sebagai alat untuk meminta penjelasan kepada WP atas data dan/atau keterangan yang belum dilaporkan. Pelaporan yang tidak benar, lengkap, dan jelas dapat memberikan indikasi ketidakpatuhan dan membuka peluang bahwa ada kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi.Keempat, SP2DK dapat berpeluang sangat tinggi diterbitkan jika pelaporan PPN dan PPh tidak equal. Ekualisasi pelaporan PPN dan PPh biasanya berkaitan dengan perbandingan antara jumlah penghasilan tahunan dalam SPT Tahunan dan jumlah satu tahun objek PPN dalam SPT Masa PPN. Dalam hal ini, ekualisasi digunakan untuk memastikan bahwa seluruh penghasilan sudah dipungut PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan. Apabila ditemukan perbedaan atau ketidaksesuaian, SP2DK dapat diterbitkan oleh kantor Pajak untuk memperoleh penjelasannya atas perbedaan tersebut.
ekualisasi ,
sp2dk