News / 24 Oct 2025 /Risandy Meda Nurjanah

Selamat Hari Dokter Nasional 2025! Yuk, Kenali Fakta Pajak di Balik Profesi Dokter

Selamat Hari Dokter Nasional 2025! Yuk, Kenali Fakta Pajak di Balik Profesi Dokter
SURABAYA - Hari ini, Jumat, 24 Oktober 2025, Indonesia memperingati Hari Dokter Nasional yang juga bertepatan dengan ulang tahun ke-75 Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Tahun ini, perayaan mengusung semangat “Dokter Berbagi untuk Negeri” dan “75 Tahun IDI Berkarya, Membangun Kesehatan Bangsa.”

Peringatan ini menjadi momen istimewa untuk menghargai pengabdian para dokter yang telah mendukung kesehatan masyarakat di seluruh negeri. Nah, di balik jas putih dan pengabdian mulia itu, tahukah Anda kalau dokter juga ikut berkontribusi pada penerimaan negara lewat pajak penghasilan (PPh)?


Baca juga: Begini Cara Lapor SPT Tahunan Karyawan Lewat Sistem Coretax DJP


Fakta Pajak di Balik Profesi Dokter
Banyak dokter mungkin bertanya-tanya, “Kenapa pajak saya besar sekali?” Padahal setiap bulan, penghasilan mereka sudah dipotong pajak oleh rumah sakit atau klinik tempat praktik. Jawabannya, karena sistem pajak di Indonesia menggunakan tarif progresif yang memperhitungkan total penghasilan setahun penuh.

Secara umum, penghasilan dokter terbagi dua:

  1. Sebagai pegawai tetap, pajak (PPh Pasal 21) dipotong langsung oleh pemberi kerja. Dokter akan menerima bukti potong 1721-A1 atau A2 setiap akhir tahun.
  2. Sebagai tenaga profesional (pekerjaan bebas), misalnya dokter yang membuka praktik sendiri atau bekerja di beberapa rumah sakit, pajaknya dihitung berdasarkan penghasilan neto menggunakan norma (NPPN), yaitu 50% dari penghasilan bruto dan dikenai tarif progresif Pasal 17 UU PPh.
Sebagai ilustrasi, penghasilan seorang dokter dapat masuk dalam kategori tarif 5% tiap bulan, namun ketika dihitung setahun penuh, total penghasilannya bisa masuk ke lapisan tarif lebih tinggi (15–30%), sehingga muncul selisih pajak yang masih harus dibayar saat pelaporan SPT Tahunan.


Baca juga: Dapat SP2DK? Tenang Aja, Jangan Panik Dulu!


Apakah Dokter harus Menggunakan NPPN?
Sebagai tenaga profesional (pekerjaan bebas), penghasilan dari praktik dokter termasuk dalam kategori PPh Pasal 21 bukan pegawai, sehingga tidak dapat menggunakan tarif final PPh UMKM, meskipun penghasilan bruto dalam setahun belum melebihi Rp4,8 miliar. Sebagai gantinya, dokter wajib menghitung pajaknya dengan tarif progresif normal sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU PPh.

Bagi dokter yang belum melakukan pembukuan, tersedia opsi untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), yaitu metode perhitungan pajak yang menggunakan persentase tertentu dari penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan pajak. Namun, penggunaan NPPN harus didaftarkan ke DJP paling lambat akhir bulan Maret pada tahun pajak yang bersangkutan.

Lalu bagaimana jika belum sempat mendaftar NPPN? Dokter tetap dapat melaporkan pajaknya, namun perhitungannya akan menggunakan pembukuan biasa. Wajib pajak dapat memantau secara berkala kanal resmi DJP atau sistem Coretax, untuk mengetahui jika ada kebijakan baru terkait relaksasi permohonan penggunaan NPPN untuk pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi tahun 2025.


Baca juga: Tak Mau Ribet Hitung Pajak? Ini Cara Pakai NPPN


Pajak yang dibayar dokter menjadi bagian dari sumber pembiayaan APBN, yang digunakan kembali untuk mendanai layanan publik, termasuk sektor kesehatan. Karena itu, setiap rupiah pajak yang dibayarkan sejatinya ikut membantu peningkatan layanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat


nppn , pajak-penghasilan , pembukuan , pembukuan , spt-tahunan , tarif-pph-orang-pribadi , wajib-pajak-orang-pri

Tulis Komentar



Whatsapp