Artikel / 22 Jan 2024 /Isnaini Fitri, Risandy Meda Nurjanah

Bagaimana Penghitungan TER untuk PPh 21 yang Ditunjang Perusahaan?

Bagaimana Penghitungan TER untuk PPh 21 yang Ditunjang Perusahaan?
Secara umum, perusahaan dapat memilih 3 alternatif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) bagi karyawan, yaitu ditanggung perusahaan, ditunjang perusahaan (gross up), atau ditanggung karyawan. Perbedaan dalam pemilihan alternatif tersebut mengakibatkan perbedaan jumlah take home pay yang diterima oleh karyawan.

Apabila PPh 21 ditanggung perusahaan, maka take home pay yang diterima oleh karyawan utuh tanpa adanya pengurangan PPh 21. Namun, dengan terbitnya aturan PMK 66 tahun 2023 yang berlaku sejak masa Juli 2023 dijelaskan bahwa Pajak yang ditanggung oleh perusahaan merupakan natura, yang dimana atas natura tersebut harus ditambahkan dalam komponen Penambah Penghasilan dalam hal ini yang dimaksud adalah Penghasilan bruto.

Sehingga sejak diberlakukannya PMK 66 tahun 2023 ini, metode penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diperkenankan hanya 2 metode, yaitu:

  1. Ditanggung karyawan; dan
  2. Ditunjang perusahaan (gross up).
Lebih lanjut, apabila PPh 21 ditanggung karyawan, maka take home pay yang diterima karyawan akan berkurang sebesar PPh 21 yang dipotong oleh perusahaan. Sedangkan untuk alternatif PPh 21 ditunjang perusahaan (gross up), perusahaan akan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah PPh 21 karyawan. Dengan demikian, jumlah penghitungan penghasilan yang diterima karyawan akan bertambah sebesar PPh 21 yang dipotong oleh perusahaan, namun take home pay yang diterima oleh karyawan tersebut utuh (tanpa penambahan atau pengurangan PPh 21). 


Ketentuan TER PPh 21

Mulai masa pajak Januari 2024, seluruh pemotongan PPh 21 dilakukan dengan dasar ketentuan PMK Nomor 168 Tahun 2023. Ketentuan tersebut mengatur adanya skema baru dalam menghitung PPh 21 bagi pegawai, yaitu menggunakan tarif efektif rata-rata (TER). 

TER sendiri terdiri dari tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian. Tarif efektif bulanan dibagi ke dalam 3 kategori berdasarkan status PTKP setiap Wajib Pajak, adapun lapisan tarif dalam masing-masing kategori ditentukan berdasarkan besaran penghasilan bruto. Lebih lanjut, tarif efektif harian dibagi ke dalam 2 lapisan tarif yang ditentukan berdasarkan besaran penghasilan bruto harian.

Baca juga: Menghitung PPh 21 Menggunakan TER

Pengaplikasian TER dalam menghitung PPh 21 terbilang cukup mudah. PPh 21 terutang dihitung dengan mengalikan TER dengan penghasilan bruto yang diterima oleh karyawan pada bulan yang bersangkutan. Berikut adalah skema penghitungan PPh 21 sesuai ketentuan terbaru (PMK Nomor 168 Tahun 2023).


 

Tantangan Penggunaan TER Bulanan dalam Menghitung PPh 21 Ditunjang Perusahaan 

Terdapat paling sedikit 40 lapisan tarif dalam masing-masing kategori TER bulanan. TER bulanan kategori A terdiri dari 44 lapisan tarif, TER bulanan kategori B terdiri dari 40 lapisan tarif, dan TER bulanan kategori C terdiri dari 41 lapisan tarif. Masing-masing lapisan tarif tersebut memiliki interval batas penghasilan bruto yang bervariasi. 

Jika dibandingkan dengan lapisan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, jangkauan lapisan TER bulanan cenderung lebih sempit. Hal ini menjadi tantangan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan yang menggunakan alternatif PPh 21 ditunjang perusahaan. Pasalnya, jumlah penghitungan PPh 21 ditunjang yang menjadi bagian penghasilan karyawan dapat mengakibatkan berubahnya lapisan TER bulanan. Untuk itu, perusahaan harus cermat dalam memperhatikan batasan tiap-tiap lapisan tarif dalam menghitung tunjangan PPh 21 bagi karyawan. Potensi perubahan lapisan tarif tersebut dapat juga dijadikan sebagai pertimbangan perusahaan dalam memilih alternatif pemotongan PPh 21.


Contoh:

Tuan R merupakan pegawai tetap yang bekerja pada perusahaan PT ABC. Besarnya gaji bulan Januari 2024 yang diterima Tuan R adalah sebesar Rp10.000.000. Tuan R menikah dan tidak memiliki tanggungan (PTKP K/0). 

Berdasarkan data di atas, Tuan R masuk ke dalam kategori A (TER A). Berdasarkan besarnya gaji Tuan R di bulan Januari 2024, maka lapisan tarif yang dikenakan untuk Tuan R pada masa pajak Januari 2024 adalah TER A lapisan nomor 9, yaitu sebesar 2% untuk penghasilan bruto antara Rp9.650.001 sampai dengan Rp10.050.000.

Penghitungan PPh 21 masa Januari 2024 adalah sebagai berikut:


PPh 21 Ditanggung Perusahaan

PPh 21 = Penghasilan Bruto x TER Bulanan

PPh 21 = Rp10.000.000 x 2%

PPh 21 = Rp200.000

Namun, perlu diperhatikan bahwa PPh 21 sebesar Rp200.000 tersebut juga merupakan objek PPh 21 dan menjadi bagian dari penghasilan bruto karyawan, sehingga penghasilan bruto Tuan R menjadi Rp10.200.000.


Namun, total penghasilan bruto tersebut melebihi batas atas TER A lapisan nomor 9, yaitu Rp10.050.000. Dengan demikian, Tuan R harus menggunakan TER A lapisan nomor 10, yaitu 2,25% untuk penghasilan bruto antara Rp10.050.001 sampai dengan Rp10.350.000. 

Penghitungan ulang PPh 21 yang terutang dengan skema ditanggung perusahaan adalah:

PPh 21 = (Penghasilan Bruto ditambah PPh 21 ditanggung perusahaan) x TER Bulanan

PPh 21 = (Rp10.000.000 + Rp200.000) x 2,25%

PPh 21 = Rp229.500

Menggunakan alternatif PPh 21 ditanggung perusahaan, maka jumlah take home pay Tuan R bulan Januari 2024 adalah Rp10.000.000. PPh 21 Tuan R sebesar Rp229.500 akan menjadi beban perusahaan yang dapat diakui secara fiskal bagi perusahaan.


PPh 21 Ditanggung Karyawan

PPh 21 = Penghasilan Bruto x TER Bulanan

PPh 21 = Rp10.000.000 x 2%

PPh 21 = Rp200.000

Menggunakan alternatif PPh 21 ditanggung karyawan, maka jumlah take home pay Tuan R bulan Januari 2024 adalah Rp9.800.000. Jumlah tersebut didapatkan dari hasil pengurangan gaji dengan PPh 21 ditanggung karyawan (Rp10.000.000 - Rp200.000).


PPh 21 Ditunjang Perusahaan

Tunjangan PPh 21 = (Penghasilan bruto sebelum tambahan tunjangan PPh 21) x 2/98

Tunjangan PPh 21 = Rp10.000.000 x 2/98

Tunjangan PPh 21 = Rp204.081,63

Berdasarkan penghitungan diatas, maka total penghasilan bruto Tuan R bulan Januari 2024 adalah Rp10.204.081,63. Jumlah tersebut didapatkan dari hasil penjumlahan gaji dengan PPh 21 ditunjang perusahaan (Rp10.000.000 + Rp204.081,63). 


Namun, total penghasilan bruto tersebut melebihi batas atas TER A lapisan nomor 9, yaitu Rp10.050.000. Dengan demikian, Tuan R harus menggunakan TER A lapisan nomor 10, yaitu 2,25% untuk penghasilan bruto antara Rp10.050.001 sampai dengan Rp10.350.000.

Menggunakan TER A lapisan nomor 10, penghitungan PPh 21 ditunjang perusahaan menjadi:

Tunjangan PPh 21 = (Penghasilan bruto sebelum tambahan tunjangan PPh 21) x 2,25/97,75

Tunjangan PPh 21 = Rp10.000.000 x 2,25/97,75

Tunjangan PPh 21 = Rp230.179,03

Total penghasilan bruto Tuan R bulan Januari 2024 adalah Rp10.230.179,03. Jumlah tersebut didapatkan dari hasil penjumlahan gaji dengan PPh 21 ditunjang perusahaan (Rp10.000.000 + Rp230.179,03). 


Dengan demikian, penghitungan PPh 21 menggunakan skema TER adalah:

PPh 21 = Penghasilan Bruto x TER Bulanan

PPh 21 = Rp10.230.179,03 x 2,25%

PPh 21 = Rp230.179,03

Menggunakan alternatif PPh 21 ditunjang perusahaan, maka jumlah take home pay Tuan R bulan Januari 2024 adalah Rp10.000.000. PPh 21 Tuan R sebesar Rp230.179,03 akan menjadi beban perusahaan yang dapat diakui secara fiskal bagi perusahaan. b

Penghitungan tersebut dapat juga dirinci sebagai berikut: 

Gaji
Rp10.000.000,00
Tunjangan PPh
Rp230.179,03
Penghasilan Bruto: Gaji + Tunjangan PPh
Rp10.230.179,03
TER2,25%
PPh 21: Penghasilan Bruto x TER
Rp230.179,03

Kalkulator Pajak

Untuk memudahkan penghitungan penghitungan PPh dan PPN, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan sebuah sistem berbasis web dengan nama kalkulator pajak. Melalui kalkulator pajak, Wajib Pajak dapat dengan mudah menghitung besarnya pajak terutang. Untuk menggunakan kalkulator pajak, silakan kunjungi laman berikut ini https://kalkulator.pajak.go.id/.

Dalam kaitannya dengan PPh 21, kalkulator pajak telah mengakomodir penghitungan PPh 21 dengan skema TER bulanan untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala. Selain itu, kalkulator pajak juga memiliki fitur yang memungkinkan Wajib Pajak menghitung PPh 21 dengan alternatif pemotongan secara gross (ditanggung karyawan) atau gross up (ditunjang perusahaan). 

Apabila perusahaan menggunakan alternatif pemotongan PPh 21 ditanggung perusahaan, maka perusahaan dapat memilih skema penghitungan gross dan mengisi kolom penghasilan bruto sebesar penghasilan bruto ditambah PPh 21 yang ditanggung perusahaan pada kalkulator pajak.




ditanggung , ditunjang , gross , gross-up , pp-582023 , pph-pasal-21 , ter

Tulis Komentar



Ada 9 Komentar untuk Berita Ini


Rujito Rujito
18 Sep 2025 07:29:48

Saya seorang karyawan bumd. Kebetulan di bagian Akutansi. Yang ingin saya tanyakan bolehkan perusahaan memberikan tunj. Pajak pph 21 kepada pegawai sedangkan didalam permendagri no. 23 tahun 2024 tidak dicantumkan adanya tunjangan pajak? Mohon penjelasannya

-----
Terima kasih atas pertanyaannya, saudara Rujito

Secara umum, pemberian tunjangan pajak (PPh Pasal 21) kepada pegawai dimungkinkan sepanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal instansi dan tidak bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi. Namun, apabila dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2024 tidak diatur secara eksplisit mengenai tunjangan pajak, maka ketentuan tersebut menjadi acuan utama karena bersifat lex specialis derogat legi generali, yakni aturan khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum.

Sebaiknya dikonfirmasi pula ke bagian keuangan atau pejabat berwenang di lingkungan BUMD untuk memastikan kebijakan tersebut sesuai dengan ketentuan.

Terima kasih,
Salam

Kus Kus
04 Apr 2025 15:42:57

Saya seorang mantan karyawan swasta,yang telah pensiun pada akhir bulan April 2024.
Pada bulan Januari 2025 saya telah menerima Bukti pemotongan PPh 21 formulir 1721-A1 masa perolehan 01-12/2024, karena jumlah penghasilan netto-nya kurang dari PTKP, maka PPh pasal 21 Terutang nilainya 0 (nol).
Adapun PPh pasal 21 yang telah dipotong (telah dibayar dan ditanggung oleh perusahaan) nilainya Rp 612.874,-
sehingga tedapat lebih bayar dalam perhitungannya, sebesar Rp 612.874,-.

Pada saat saya melakukan pelaporan e-Filing SPT 1770S di DJP online, pada bagian PPh Kurang/Lebih Bayar terdapat 4 pilihan "Permohonan : PPh Lebih Bayar pada angka 16 mohon", yaitu :
- Direstitusikan
- Diperhitungkan dengan utang pajak
- Dikembalikan dengan SKPPKP Pasal 17 C (WP patuh)
- Dikembalikan dengan SKPPKP Pasal 17 D (WP tertentu)

Yang ingin saya tanyakan dari 4 pilihan tsb, saya harus pilih yang mana ?
dan karena status SPT saya adalah lebih bayar, file apa yang harus saya upload sebagai lampirannya ?.
Disamping itu, mengenai penghasilan uang pesangon yang telah saya terima di tahun 2024, apakah cukup dimasukkan di Lampiran II Bagian A. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan/atau bersifat final, No. 5 Pesangon....
Karena saya sudah pensiun, untuk tahun selanjutnya apakah saya masih harus/wajib lapor SPT ?. Jika masih wajib lapor SPT, bagaimana cara / prosedurnya agar saya tidak wajib lapor SPT ?.

Mohon petunjuknya, dan terima kasih atas bantuannya.

----------
Terima kasih atas pertanyaannya saudara Kus,
Untuk keperluan pelaporan SPT Tahunan PPh OP, silakan laporkan poin nomor 21 pada Bukti Potong  1721-A1 agar status SPT Anda menjadi Nihil (tidak lebih bayar dan tidak kurang bayar). Adapun biasanya sistem akan secara otomatis menampilkan informasi data pemotongan pajak yang telah dilaporkan oleh pemberi kerja. Anda bisa memilih "Ya, Saya akan gunakan data tersebut" agar proses pengisian lebih cepat. Pastikan untuk memeriksa kembali data yang muncul, yaitu pesangon, tunjangan hari tua, dan tebusan pensiun yang dibayarkan sekaligus pada lampiran penghasilan yang dikenakan PPh Final dan/atau Bersifat Final telah sesuai. 

Lebih lanjut, apabila pada tahun-tahun selanjutnya Anda masih menerima pesangon dan mendapatkan bukti potong, maka Anda masih wajib lapor SPT Tahunan. Pemilihan NPWP Non-Efektif dapat dipilih apabila Anda memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah PTKP;

c. Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf b yang memiliki NPWP untuk digunakan sebagai syarat administratif antara lain guna memperoleh pekerjaan atau membuka rekening keuangan;

d. Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang telah dibuktikan menjadi subjek pajak luar negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;

e. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan;

f. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT dan/atau tidak ada transaksi pembayaran pajak baik melalui pembayaran sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain, selama 2 (dua) tahun berturut-turut;

g. Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan mengenai kelengkapan dokumen pendaftaran NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7);

h. Wajib Pajak yang tidak diketahui alamatnya berdasarkan penelitian lapangan;

i. Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP Cabang secara jabatan dalam rangka penerbitan SKPKB Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri;

j. Instansi Pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak namun belum dilakukan penghapusan NPWP; atau

k. Wajib Pajak selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf j yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.


Permohonan penetapan Wajib Pajak Non Efektif yang diajukan dilampiri dengan Surat Pernyataan Wajib Pajak Non Efektif dan dokumen pendukung yang menunjukan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non Efektif. Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif, maka tidak melaksanakan kewajiban penyampaian SPT dan tidak diterbitkan Surat Teguran sekalipun tidak menyampaikan SPT (terhitung sejak ditetapkan sebagai WP NE).

Terima kasih,
Salam

Fani Fani
24 Feb 2025 09:59:41
salam,
saya seorang karyawan, saya telah menerima Bukti pemotongan PPh 21 formulir 1721-A1 masa perolehan 01-12/2024 tedapat lebih bayar dalam perhitungannya.
dari jumlah penghasilan bruto termasuk tunjangan PPh sebesar Rp 2.476.229
dari jumlah penghasilan netto dikurangi PTKP didapatkan pajak terhutang Rp 2.040.450
apakah saya dapat meminta kepada perusahaan untuk mengembalikan lebih bayar sejumlah Rp 435.779 yang dipotong oleh perusahaan, sedangkan itu berasal dari tunjangan oleh perusahaan.
terima kasih

----------
Terima kasih atas pertanyaannya saudara Fani,
Metode Pemotongan PPh Pasal 21 adalah dengan cara dipotong dan di gross up (ditunjang Perusahaan).
Apabila terdapat kelebihan pajak dengan metode pemotongan PPh 21 adalah dipotongkan karyawan maka kelebihan pajak boleh dimintakan pengembalian dari perusahaan.
Namun, apabila metode pemotongan PPh 21 adalah ditunjang perusahaan, maka kelebihan pajak adalah hak perusahaan, bukan hak Karyawan.

Terima kasih,
Salam
Mail Mail
17 Feb 2025 15:13:37
Apakah ditahun 2025 masih memungkinkan pph 21 ditanggung oleh perusahaan dan apa yang menjadi dasar hukumnya?

----------
Terima kasih atas pertanyaannya saudara Mail,
Dengan terbitnya aturan PMK 66 tahun 2023 yang berlaku sejak masa Juli 2023 dijelaskan bahwa pajak yang ditanggung oleh perusahaan merupakan natura, yang dimana atas natura tersebut harus ditambahkan dalam komponen Penambah Penghasilan dalam Penghasilan bruto. Sehingga sejak diberlakukannya PMK 66 tahun 2023 ini, metode penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diperkenankan hanya 2 metode, yaitu:
  1. Ditanggung karyawan; dan
  2. Ditunjang perusahaan (gross up)

Penjelasan lebih lanjut terkait ketentuan tersebut dapat Anda simak dalam artikel berikut ini:
Bagaimana Penghitungan TER untuk PPh 21 yang Ditunjang Perusahaan?

Terima kasih,
Salam

Amirudin Amirudin
07 Nov 2024 11:32:46
Terkait keterangan ini "Namun, Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dan Iuran Jaminan Pensiun (JP) yang dibayarkan oleh pemberi kerja, tidak masuk ke dalam penghasilan bruto." apakah yag dimaksud yang persentase JHT 3.7% dan JP 2% (porsi perusahaan) kah yang tidak masuk ke dalam penghasilan bruto? atau bagaimana, mohon pecerahannnya. Terima kasih.

----------
Terima kasih atas pertanyaannya saudara Amirudin,
Benar, JHT 3,7% dan JP 2% (insurance by company) bukan merupakan komponen perhitungan PPh 21 ya.

Terima kasih,
Salam
Yuni Yuni
06 Sep 2024 17:08:43
artikel di atas sudah cukup jelas, namun bagaimana jika dikaitkan dengan adanya tambahan jamsostek yg menambah penghasilanatau mungkin tambahan lainnya, apakah yg menjadi dpp tarif TER nya setelah ditambah jamsostek tersebut atau bagaimana?terima kasih.

----------
Halo Sdri Yuni,

Terima kasih atas pertanyaannya. Sebagai pegawai tetap, komponen yang masuk dalam penghasilan bruto untuk perhitungan TER PPh Pasal 21 meliputi seluruh penghasilan yang Anda terima, baik teratur maupun tidak teratur. Ini termasuk gaji, tunjangan, bonus, uang lembur, serta penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur, seperti gratifikasi dan tantiem. nilai penghasilan bruto meliputi seluruh jenis penghasilan ini yang nantinya yang menjadi dasar penentuan tarif TER. 

Terkait iuran Jamsostek/BPJS yang dibayarkan pemberi kerja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Iuran Jaminan Kematian (JK) yang dibayarkan oleh pemberi kerja, masuk ke dalam penghasilan bruto.
  2. Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang dibayarkan oleh pemberi kerja, juga masuk ke dalam penghasilan bruto.
  3. Namun, Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dan Iuran Jaminan Pensiun (JP) yang dibayarkan oleh pemberi kerja, tidak masuk ke dalam penghasilan bruto.
Jadi, sebagian iuran Jamsostek/BPJS yang dibayarkan oleh pemberi kerja memang termasuk dalam penghasilan bruto dan dikenakan tarif TER PPh Pasal 21, sementara sebagian lainnya dikecualikan.

Semoga informasi ini membantu.
Karyono Karyono
03 Sep 2024 16:31:55
dalam artikel ini di jelaskan ada 3 metote perhitungan pph 21 :
https://konsultanpajaksurabaya.com/index.php/perbandingan-metode-penghitungan-pph-21-ter-net-gross-dan-gross-up-update-pp-582023#gsc.tab=0

Jadi yang ingin saya tanyakan adalah apakah perhitungan pph 21 dengan metode nett masih di perkenankan atau tidak secara pajak karena ?
karena sekarang jadi bimbang karena muncul artikel itu.

______
Penjelasan pada kedua artikel sejatinya adalah sama, bahwa terdapat 3 metode yang dapat digunakan (Nett/Ditanggung perusahaan, Gross/Ditanggung karyawan, Gross-up/Ditunjang Perusahaan). Namun pada artikel terbaru yang link nya bapak lampirkan, terdapat penjelasan yang lebih komprehensif mengenai penjelasan metode secara rinci, risiko yang dapat muncul pada masing-masing metode. 

Terimakasih.

Yuhda Yuhda
10 Jul 2024 11:41:32

Maaf ijin bertanya ,..di dalam BAB atau Pasal berapa disebutkan atau dijelaskan bahwa didalam PP No.66 Thn 2023 ini diperkenankannya ada 2 metode perhitungan PPh psl 21 yaitu:
1. PPh 21 ditanggung karyawan2
2. PPh 21 ditunjang perusahaan (Gross Up)

Terima Kasih


-----
Terima kasih atas pertanyaannya saudara Yuhda,

PP 66/2023 tidak secara tegas mengatur metode yang digunakan dalam menghitung PPh Pasal 21. Namun demikian, hal ini secara tersirat ada dalam ketentuan Pasal 3 PP 66/2023 yang mengatur bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan ppekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan merupakan penghasilan yang menjadi objek PPh. 

Dengan demikian, apapun yang ditanggung perusahaann, termasuk PPh, merupakan natura dan akan menambah penghasilan karyawan, dan secara otomatis, PPh yang ditanggung perusahaan tersebut akan masuk sebagai komponen gross penghitungan PPh 21.

Sebagai contoh, apabila perusahaan menanggung PPh karyawan pada suatu bulan, maka atas PPh yang ditanggung tersebut akan ditambahkan lagi sebagai penambah penghasilan karyawan dibulan selanjutnya.


Terima kasih,
Salam
Isnaini Fitri
(Tax Compliance Consultant)

Reny Setyowati Reny Setyowati
15 May 2024 10:58:35

Artikelnya Jelas dan Mudah dipahami


----------
Terima kasih, Saudara Reni Setyowati
Semoga website kami dapat memberi manfaat untuk semua.

Whatsapp