Artikel / 04 Nov 2025 /Satria Bagus Wicaksono Irawan

PP Nomor 43 Tahun 2025: Pilar Baru Pelaporan Keuangan Indonesia

PP Nomor 43 Tahun 2025: Pilar Baru Pelaporan Keuangan Indonesia
Pelaporan Keuangan merupakan elemen fundamental dalam sistem ekonomi modern, berfungsi sebagai jembatan yang menyediakan data dan informasi akurat, transparan, dan terpercaya bagi seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah/regulator, investor, kreditur, hingga masyarakat umum. Informasi ini krusial untuk mendukung pengambilan keputusan ekonomi yang lebih baik, memastikan efisiensi alokasi sumber daya, dan menjaga kepercayaan dalam pasar keuangan.

Sebelumnya, regulasi terkait Pelaporan Keuangan di Indonesia tersebar di berbagai peraturan, yang berpotensi menimbulkan kerumitan dan ketidakpastian. Menyadari tantangan ini, Pemerintah Indonesia, melalui amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan. Peraturan ini bertujuan utama untuk menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang kokoh yang didasarkan pada kerangka kerja kohesif, mengurangi beban kepatuhan, dan memperkuat tata kelola perusahaan.

PP ini secara garis besar mengatur empat aspek utama: (1) Kewajiban Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan, (2) Pembentukan Komite Standar Laporan Keuangan, (3) Penyelenggaraan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK), dan (4) Dukungan Ekosistem Pelaporan Keuangan.


Kewajiban dan Ruang Lingkup Pelaporan Keuangan
PP Nomor 43 Tahun 2025 menegaskan bahwa setiap Pelapor wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan. Dalam konteks peraturan ini, Pelaporan Keuangan didefinisikan sebagai proses penyajian laporan keuangan oleh pelapor kepada pengguna laporan keuangan. Laporan Keuangan itu sendiri adalah laporan mengenai data dan informasi keuangan yang disusun berdasarkan suatu pembukuan, baik mengacu pada Standar Laporan Keuangan umum maupun syariah.

1. Definisi dan Jenis Pelapor

Pelapor diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yaitu:

  • Pelaku Usaha Sektor Keuangan: Meliputi lembaga di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Selain itu, termasuk juga perusahaan pergadaian, lembaga penjaminan, penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, serta pelaku usaha infrastruktur pasar keuangan dan sistem pembayaran.
  • Pihak yang Melakukan Interaksi Bisnis dengan Sektor Keuangan: Meliputi entitas yang melakukan pembukuan (berbadan hukum maupun tidak), orang perorangan yang disyaratkan menyampaikan Laporan Keuangan saat berinteraksi bisnis, dan/atau orang perorangan yang wajib melakukan pembukuan di bidang perpajakan. Interaksi bisnis ini mencakup pihak yang menjadi debitur perbankan atau lembaga pembiayaan, emiten/perusahaan publik di pasar modal, emiten di pasar uang, dan interaksi bisnis lain dengan sektor keuangan.
2. Penyusunan dan Tanggung Jawab Laporan Keuangan

Laporan Keuangan wajib disusun secara lengkap sesuai dengan Standar Laporan Keuangan dan ketentuan perundang-undangan. Laporan Keuangan yang menjadi fokus dalam PP ini adalah yang disusun untuk tujuan umum. Jika dibutuhkan, Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas dapat mewajibkan Pelapor menyusun Laporan Keuangan untuk tujuan khusus (seperti prospektus atau kepatuhan perjanjian kredit). 

Pihak penyusun Laporan Keuangan harus memiliki kompetensi dan integritas yang didalam PP tertulis bahwa jenis kompetensi dapat ditetapkan oleh Kementerian, lembaga atau otoritas yang memiliki wewenang. Selain itu penyusunan dapat dilakukan oleh Profesi Penunjang Sektor Keuangan, seperti akuntan berpraktik atau akuntan publik. 

PP ini juga menerangkan bahwa pelapor bertanggung jawab penuh atas Laporan Keuangan yang telah disusun dengan komitmen tanggung jawab yang harus dituangkan dalam surat pernyataan terpisah yang ditandatangani oleh pemilik usaha (untuk perorangan) atau pejabat tertinggi yang berwenang (untuk badan hukum/non-badan hukum).


Standarisasi dan Peran Komite Standar
Untuk memastikan Laporan Keuangan memiliki karakteristik andal, relevan, dapat dipahami, dan dapat diperbandingkan, PP ini membentuk sebuah badan independen yang disebut Komite Standar Laporan Keuangan (Komite Standar).

1. Pembentukan dan Tujuan Komite Standar

Komite Standar merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tujuannya adalah untuk memastikan seluruh kegiatan penyusunan, pengembangan, dan penetapan Standar Laporan Keuangan:

  • Terselenggara secara independen, transparan, dan akuntabel.
  • Mampu mendukung iklim investasi yang kondusif.
  • Mampu mengharmonisasikan kepentingan Pelapor, pengguna Laporan Keuangan, dan Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas dengan kepentingan nasional.
2. Tugas dan Fungsi Utama

Tugas utama Komite Standar adalah melakukan penyusunan dan penetapan Standar Laporan Keuangan. Fungsi yang dijalankan meliputi:

  • Penyusunan dan penetapan kebijakan serta agenda strategis dalam standardisasi.
  • Penyusunan dan penetapan Standar Laporan Keuangan umum dan Standar Laporan Keuangan syariah.
  • Penyusunan panduan dan pedoman teknis terkait penerapan standar laporan keuangan
  • Pengawasan, evaluasi, serta penyusunan panduan/pedoman teknis penerapan Standar Laporan Keuangan.
  • Serta, pelaksanaan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan.
Komite Standar terdiri atas Komite Pelaksana (termasuk Subkomite Pengelola dan Konsultatif, Subkomite Penyusun Standar Laporan Keuangan Umum, dan Subkomite Syariah) dan Komite Pengarah.


Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK)
Aspek revolusioner dari PP ini adalah implementasi Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK), yang merupakan sistem elektronik untuk penyampaian Laporan Keuangan secara tunggal atau single window.

1. Kewajiban Penggunaan dan Tujuan

Penyampaian Laporan Keuangan untuk tujuan umum wajib dilakukan melalui PBPK kepada Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas yang berwenang, dimana penerbitan PBPK sendiri ditujukan untuk:

  • Memudahkan Pelapor dalam menyampaikan Laporan Keuangan.
  • Memberikan kredibilitas dan menjadi sumber informasi yang terpusat dan andal bagi pengguna Laporan Keuangan.
  • Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas, serta pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan.
2. Prinsip dan Implementasi Bertahap

Penyelenggaraan PBPK mengutamakan prinsip keamanan dan kerahasiaan data, kepastian ketersediaan layanan, layanan elektronik, kepastian pemenuhan kebutuhan Pelapor/pengguna, dan penyediaan jejak audit (audit trail).

Penyampaian Laporan Keuangan melalui PBPK akan dilakukan secara bertahap. Untuk Pelapor yang merupakan emiten dan perusahaan publik di sektor pasar modal, kewajiban ini dilakukan paling lambat tahun 2027 (untuk Laporan Keuangan tahun buku 2026 dan interim 2027). Untuk Pelapor lain, tahapan akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Kementerian, Lembaga, dan/atau Otoritas terkait.

3. Laporan Keuangan Wajib Audit

Bagi Pelapor yang merupakan entitas wajib audit, penyampaian melalui PBPK harus menyertakan Laporan Keuangan auditan (termasuk laporan keuangan konsolidasi auditan apabila entitas adalah induk) dan laporan auditor independen (termasuk auditor independen atas laporan keuangan konsolidasi apabila entitas adalah induk). Laporan auditor independen ini wajib didaftarkan pada sistem pendaftaran yang diselenggarakan oleh kementerian yang mengurus urusan pemerintahan di bidang keuangan. 

Pelapor wajib audit juga harus menjaga independensi dan tidak melakukan intervensi kepada akuntan publik. Laporan Keuangan yang telah disampaikan melalui PBPK dinyatakan sah dan mengikat untuk digunakan oleh pengguna Laporan Keuangan.


Kesimpulan
PP Nomor 43 Tahun 2025 merupakan langkah strategis dan transformatif dalam memperkuat arsitektur sektor keuangan Indonesia. Dengan menetapkan satu standar pelaporan yang seragam (Standar Laporan Keuangan), membentuk Komite Standar yang independen, dan mengimplementasikan mekanisme penyampaian satu pintu melalui PBPK, Pemerintah berupaya menanggulangi isu fragmentasi regulasi dan meningkatkan kualitas informasi keuangan secara nasional.

Ekosistem pelaporan keuangan yang kuat ini diharapkan akan memberikan dampak positif yang luas, seperti meningkatnya kepercayaan investor (domestik maupun asing), meningkatnya transparansi dan akuntabilitas perusahaan, serta meningkatkan akurasi pengawasan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Pada akhirnya, harmonisasi ini akan mendukung pelaksanaan ease of business dan efektivitas perumusan kebijakan ekonomi jangka panjang di Indonesia.


laporan-keuangan , pelaporan , pelaporan-keuangan , peraturan-pemerintah , pp-34-tahun-2025

Tulis Komentar



Whatsapp